Search This Blog

Sunday, March 17, 2019

Biografi singkat Ibnu Atthaillah al-Iskandari


Bila kita membaca sejarah islam, kita akan mendapati fakta bahwa negeri Mesir  seakan tak pernah kehabisan stok orang alim. Di negeri inilah lahir ribuan orang alim. Salah satu yang terkemuka ialah Ibnu Athaillah al-Iskandari. Nama lengkap beliau ialah Tajuddin Abul Fadhl Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Athaillah al-Judzami al Maliki al Iskandari. Beliau lahirpada 648 Hijriah atau 1250 Masehi di Iskandariah, Mesir. Yang populer dengan nama Ibnu Athaillah.
                   
Ibnu Athaillah terlahir dari keluarga yang sangat fanatic dan kuat dalam beragama. Kakek beliau yang bernama Abdul Karim bin Athaillah merupakan pendiri salah satu dari tiga Dinasti Malikiah di Iskandariah. Dua dinasti yang lainnya ialah Dinasti Bani Auf dan Dinasti Bani Sanad. Dari sini sudah jelas kiranya Madzab Maliki sudah diwarisi oleh Ibnu Athaillah dari garis keluarganya.

Pendidikan awal Ibnu Athaillah diperoleh dari orang tuanya sendiri yang merupakan Ulama terkemuka pada masa itu. Namun karena kecintaannya terhadap ilmu agama sangatlah besar, beliau juga berguru kepada para Ulama lain di Iskandariah. Pada masa itu, fokus keilmuannya adalah tafsir,hadis,fikih,tauhid dan sastra arab. Beliau terkenal sangat fanatic dengan ilmu fikih, sehingga menolak keras ajaran tasawuf. Setelah menamatkan pendidikannya, beliau dikenal cerdas dan mulai mengajar di daerahnya. Saat itu beliau masih relatif muda dan keilmuannya masih diragukan.



Saat itu, beliau berjumpa dengan seorang sufi besar, yakni Syekh Abul Abbas al-Mursi, murid dari Syeikh Abi Hasan as-Syadzili, yang kemudian menjadi guru besarnya dalam mendalami ilmu tasawuf. Seperti yang tertulis pada syarah kitab Al-hikam, mulanya Ibnu Athahillah sangat anti dengan ilmu tasawuf, beliau penasaran dengan dunia sufi, lalu beliau mengikuti pengajiannya Syeikh Abul Abbas al-Mursi, disana juga beliau mulai memahami hakikat ilmu tasawuf,ketika moment dimana saat Syeikh Abul Abbas menjelaskan sejatinya ilmu tasawuf itu sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu syariat dalam artian ilmu fikih. Syeikh Abul bbas menjelaskan bahwa yng membedakan hanya gaya bahasa saja, dalam islam ada Syariat,Thariqat dan Ma’rifat, bisa juga disebut Iman,Islam dan Ihsan atau fikih, adab dan sir, dan seterusnya dengan kosa kata yang berbeda namun bermakna sama, dan konon bahasa yang dipakai Syeikh Abul Abbas sampai membuat Ibnu Athaillah tak mengerti kosa kata yang dipakai Syeikh Abul Abbas untuk mengutarakan berbagai jenis kosa kata yang mempunyi arti sama dengan Iman,Islam dan Ihsan.

Dalam pengajian tersebut, Ibnu Athaillah mulai berfikir bahwa ilmu taswuf itu tidak mengabaikan syariat sebagaimana yang beliau fahami sebelumnya. Bisa dikatakan, berkat Syeikh Abul Abbas al Mursi inilah Ibnu Athaillah mulai mendalami ilmu tasawuf dan bahkan beliau bergabung dengan thariqat Syadziliyah. Untuk memperdalam ilmu tasawuf, beliau juga berguru kepada ulama sufi lain, seperti Nasruddin al-Munir, Syarafudin ad-Dimyati, al-Muhyi al-Mazani dan syamsuddin al-Asfahani.

Semasa hidup , Ibnu Athaillah menulis lebih dari 20 buku, meliputi ilmu bidang tasawuf,hadis, tafsir, fikih, nahwu dan akidah. Diantara karya beliau dalah Al-Hikam, at-Tnwir fi Isqat at- Tadbir, Tajul Arus al Hawi Litahzibin Nufus  dan lain sebagainya. Dari berbagai karya beliau yang paling popular ialah Al-Hikam, kitab ini bisa dikatakan Magnum Opus dari Ibnu Athaillah, sehingga beliau dikenal diseluruh dunia.

Al-hikam sangat digemari sejumlah kalangan yang memperhatikan masalah kerohanian. Bisa dikatakan kalau Al Hikam  merupakan sari dari pengetahuan ilmu tasawuf. Kitab ini memuat 42 buah kalimat yang mengandung hikmah sufi, tapi bermakna dalam dan luas. Karena itu wajarlah jika kitab ini banyak sekali dikaji, di syarah, dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa di dunia. Diantara nama pensyarah yang terkenal ialah Syeikh Ahmad Zarruq, Ahmad bin Ajiba dan Mbah Sholeh Darat, nama terakhir ialah Ulama dari Jawa Tengah, Indonesia.

Karena keluasan ilmu, hati dan fikirannya, Ibnu Athaillah sempat menjadi guru besar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Inilah sedikit biografi Ibnu Athaillah al Iskandari, beliau wafat pda tanggal 16 Jumadil Akhir tahun 709 Hijriah atau 21 November 1309 Masehi, saat masih mengabdikan dirinya di Al Azhar. Hal ini membuktikan bahwa dedikasi beliau sangat tinggi dalam dunia pendidikan agama islam. Usia beliau saat itu menginjak 60 tahun, dan jenazahnya disemayamkan di Qarafah, Iskandariah. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan Rahmat dan MaghfirahNya kepada Ibnu Athaillah.


“Istirahatkanlah dirimu dari kesibukan mengurusi duniawi. Tidaklah perlu bagimu ikut campur atas urusan yang telah diatur oleh Allah.”


Ibnu athaillah RA



Wallahu a’lam

1 comments:

Anonymous said...

Tambah lagi om,kisah sufinya

Template by:
Free Blog Templates