Di kalangan ahli sunah wa jama’ah, nama Junaid al Bagdadi
dikenal sebagai salah satu figure sufi kharismatik. Nama lengkap beliau adalah
Abu al Qasim al Junaid bin Muhammad al
Khazza al Qawariri al Bagdadi. Beliau lahir di kota Bagdad, Irak. Namun tak
diketahui tanggal dan tahun
kelahirannya. Yang diketahui hanya tahun wafatnya, sekitar tahun 298 Hijriah
atau 911 Masehi di Bagdad.
Tak banyak yang bisa digali dari kehidupan al Junaidi saat
masa kecilnya. Mungkin karena urusan perdaganganlah, keluarga al Junaidi sering
berpindah pindah tempat tinggal. Informasi yang kiranya dapat diceritakan adalah
ihwal ayahnya yang sudah meninggal saat beliau masih usia kanak-kanak. Beliau
lantas diasuh oleh pamannya yakni Sari as Saqati. Sang paman adalah sufi besar
yang berprofesi sebagai saudagar bumbu. Dibawah bimbingan sang paman dan
sufi lain, yaitu al Muhasibi, al Junaidi tumbuh menjadi pemuda yang cemerlang,
khususnya ilmu pengetahuan bidang agama.
Prestasi al Junaidi sesungguhnya tak bisa lepas dari
pengaruh dan peran as Saqati, orang yang
pertama kali mengarahkan al Junaidi agar berfokus mendalami ilmu fikih dan
hadis dibawah bimbingan ulama ahli fikih masa itu, yakni Abu Tsaur Ibrahim bin
Khalid al Kalabi al Bagdadi. beliau juga berguru pada Ibnu Syuraij yang
bermadzab Syafi’i.
Setelah menguasai ilmu bidang fikih dan hadis, Al Junaid
mengalihkan perhatiannya umtuk mendalami ilmu Tasawuf. Hal ini dapat difahami
karena pengaruh dari sang paman sangatlah besar dalam diri Al Junaid. As saqati
bukan sekedar memberi pengaruh saja, tapi juga membimbing Al Junaid
mendalami ilmu tasawuf sejak masih kecil.
Al junaid bercerita bahwa sewaktu ia berusia 7 tahun dan
sedang bermain, As Saqati membicarakan
tentang syukur,lalu pamannya itu bertanya pada al Junaid, “Anakku, apa
itu syukur?” Al junaid menjawab syukur
adalah bahwa seseorang tidak melakukan maksiat kepada Tuhan dengan menggunakan
nikmat yang uhan berikan kepadanya. As Saqati lantas berkata”Nikmat Tuhan yang diberikan kepada engkau itu termasuk
juga lidahmu “. “Mataku senantiasa berlinang air mata apabila aku teringat
dengan apa yang telah diucapkan Sari as Saqati tersebut “.
Sama seperti para sufi lainnya, Al Junaid juga menempa
dirinya dengan ibadah yang sangat ketat. Konon, dalam seharise malam, al Junaid
mampu melaksanakan shalat sebanyak 400 raka’at. Jumlah raka’at yang tentunya tak
biasa dilakukan oleh orang sembarangan . selain ibadah secara insentif, beliau
juga menyempatkan diri memperdalam ilmu agama dan bekerja sebagai pedagang.
Selain sebagai sufi besar yang dikerumuni banyak orang untuk mencari ilmu.
Apabila habis memberikan pelajaran, beliau pergi ke pasar membuka tokonya.
Demikianlah sedikit kisah hidup dari Junaid al Bagdadi.
Sungguh, dapat disimpulkan bahwa beliau adalah sosok sufi yang agung, yang
mempunyai keistimewaan di sisi Allah Swt. Banyak pelajaran berharga ,
diantaranya ialah keistiqamahan beribadah kepada Allah Swt disamping kesibukan
untuk berikhtiyar dalam aktivitas padat kehidupan. Semoga Allah Swt senantiasa
melimpahkan Rahmat dan Maghfirah kepada beliau dan kita juga diberikan semangat
keistiqamahan dalam beribadah juga melaksanakan aktivitas kehidupan. Aamiin.
“Jangan mempercayai hawa nafsumu,meskipun telah lama taat kepadamu untuk
beribadah kepada Tuhanmu”
Junaid al Bagdadi
Wallahu a’lam

0 comments:
Post a Comment